Langsung ke konten utama

Adek Cewek yang Seksi 7 : Final


Vany masih terlelap, terlentang di atas ranjang. Dadanya yang super besar bergerak naik-turun seirama dengan perutnya yang sedang hamil 8 bulan, bernafas tenang. Aku duduk di sebelahnya, mengusap perut buncitnya perlahan. Vany tetap pulas.

Perlahan, kubuka kancing piyama pinknya. Satu-dua-tiga-empat-lima... Yak terbuka semua. Kubuka piyamanya, perlahan, hati-hati sekali, jangan sampai ia terbangun... Vany tidak memakai BH... Astagah aku tak pernah bosan akan dada adikku; luar biasa besar (ukurannya 34F sekarang... Bahkan bertambah besar 1 cup lagi dalam 3 bulan ini), mulus, bulat penuh, montok—entah kenapa tidak ada tanda-tanda menurun sedikit pun, dan sekarang tentu saja penuh susu yang nikmat. Putingnya yang coklat tua sempurna sekali. Baru tadi pagi kusedot susu banyak-banyak dari dalamnya sebelum berangkat kuliah.
Aku menegakkan diriku, memandangi tubuh mungil Vany; sempurna sekali. Perutnya yang bulat dan sangat buncit mulus sekali tanpa bekas stretch-mark sedikit pun. Vany jelas bertambah gemuk sejak hamil, tapi entah kenapa justru aura kecantikan dan keseksian adik kecilku ini semakin bertambah kuat.

Dengan lembut, kuremas dada Vany. Enak sekali, lembut dan penuh di tanganku. Vany menggeliat, tapi masih terlelap. Telunjukku memainkan kedua putingnya. Kurasakan putingnya mengeras, menegang; Vany memang sangat mudah terangsang sejak hamil.
Kudekatkan kepalaku, dan mulai menjilat, menyedot putingnya dengan lembut, sambil terus meremas dadanya, semakin kuat. Susu yang nikmat segera menyembur keluar. Kumainkan puting kirinya yang sangat sensitif dengan lidahku, kujilat, kusedot susunya.

“Mmmh...” Vany mendesah perlahan dalam tidurnya.

Kusedot semakin kuat putingnya. Semakin banyak air susu keluar. Tanganku membelai perut buncitnya. Penisku sudah tegang sekali, sakit rasanya tertahan celana dalam dan celana jeansku.

“Ngg... Mmhh...” desahan Vany semakin terdengar jelas.

Kembali kuremas-remas dada adikku, kali ini dengan nafsu walau tetap lembut. Vany menggeliat lebih kuat. Tanganku merogoh ke dalam celananya, mengusap lembut vagina adikku... Agak basah.

“Mmhh... Nghh... Kaak?” kata Vany setengah mengantuk.
“Bangun Van...” kataku sambil nyengir. “Udah jam empat.”
“Mmmm? Iyaa...” Vany menunduk, melihat apa yang kulakukan untuk membangunkannya. “Iiii... Kakaaak... Uda dibilang banguninnya jangan nakal aaa... Ini malah nakal banget!” ujar Vany setengah kesal. Tapi bibirnya membentuk senyum manis.
“Hehehe abis kamu seksi banget sih... Tidur aja seksi...” belaku. Vany tertawa renyah.
“Aa... Kakak...”

Kuremas-remas dadanya dengan lebih kuat. Air susunya menyemprot, mengalir keluar. Perlahan, kukecup dada adikku, bergerak turun ke perut hamilnya. Kecupanku lembut di atas perutnya yang mulus. Vany tersenyum.

“Kakak suka banget sama perutku...” bisiknya. Aku mengangguk setuju.

Kubuka celana panjang piyamanya, celana dalam hijau muda berenda Vany sudah agak basah. Tersenyum, kubuka juga celana dalam adikku perlahan-lahan. Vaginanya yang tembem dihiasi bulu yang sangat tipis, membuatnya bertambah seksi. Vany telah membuka kemeja piyamanya, sehingga adikku telah telanjang bulat sekarang, terlentang di atas ranjang.

“Ayo tanggung jawab...” katanya. Aku terbahak.
“Ih nafsu banget deh...”
“Iiii kakak itu yang nafsu aku bangun-bangun langsung di ML-in!” ujarnya tak mau kalah.
Tertawa, aku merunduk, menciumi dan menjilati vagina adikku. Vany menggeliat, mengejang. Kujulurkan lidahku, menjilati bagian dalam vaginanya.

“MMhh... Aahh... Kaakk...” desahnya.
Kusedot klitoris Vany yang menonjol. Kedua tangan Vany mencengkeram seprei. Jelas nikmat sekali. Aroma segar vaginanya yang basah memenuhi inderaku.

“Aahhh.... Kaakk.... Mmmhh.... Nhh...”

Aku bergerak naik, kuciumi perut buncitnya sambil kubelai lembut. Bibirku naik menyedot putingnya, meminum susu yang nikmat. Tangan kananku merogoh ke bawah, kumasukkan tiga jemariku ke dalam vagina Vany, yang langsung mengejang.

“Nggghh!! Kaakk.. Aaa... Kaakhh... Aaahh... Aahh...” desahnya seru.

Kecupanku naik ke lehernya yang kurus, Vany memejamkan mata, menggigit bibirnya menahan nikmat. Semakin naik, kulumat bibir mungil adikku. Vany segera membelitkan lidahnya dengan lidahku. Jemariku bergerak semakin cepat, menusuk-nusuk vaginanya. Cairan vaginanya bermuncratan keluar. Muka Vany memerah.

“Aaahhh!! Aahh.. Kakkk.. Kaaakkkk!!” desahnya. Aku tahu tak lama lagi Vany akan keluar.
“Ayo, Van... Keluarin...”
“NNggghhh... Kaaakk....” Vany mencengkeram lenganku. Suara ‘crek crek crek crek’ jemariku yang menghujam vaginanya semakin terdengar, semakin basah.
“Aaahhh... KKAAAKK!! MMMMMMNnnnhhhh!!!”

Kucabut tanganku dari vaginanya. Vany squirting; satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh... Semburan demi semburan cairan keluar dari dalam vaginanya. Vany terkulai lemas di ranjang. Matanya terpejam, nafasnya terengah, tubuhnya gemetar dampak orgasmenya yang hebat.

“Nnnnhh... Kaa..kk.... Ngac...oo...” bisiknya, gemetar. Kukecup bibir adikku lembut, menenangkannya.
“Kakakku ini super nakal...” katanya lemah. Aku nyengir. “Harus dihukum...”
“Heh? Dihukum gimana?” tanyaku, tersenyum lebar. Vany nyengir.
“Ayo buka celananya!” perintahnya. Aku tertawa, menurut. Kubuka celana jeansku. Penisku yang sudah sangat tegang langsung menyembul keluar. Ujungnya telah basah.
“Sini...” kata Vany, perlahan menegakkan diri hingga terduduk, menepuk perlahan perutnya yang mulus dan sangat besar. Aku berlutut di depan adikku, Vany menggenggam penisku, dan segera mengulumnya dengan nikmat. Sensasi lembut bibir Vany yang mungil membungkus penisku, enak sekali.

Kepala Vany bergerak maju-mundur menyedot penis kakaknya. Aku memejamkan mata, benar-benar enak sekali. Lidahnya bergerak nakal di bagian bawah penisku.
“Mmhh.. Vann... Enak... Bangett...” ujarku menikmati. Vany menyedot dengan sangat-sangat lembut, semakin lama semakin kencang dan kuat.
Vany mengulum penisku hingga ke pangkalnya, kemudian dengan amat sangat perlahan menarik mulutnya hingga ke kepala penisku yang berdenyut-denyut rasanya. Dibiarkannya penisku keluar perlahan-lahan dari celah mungil bibirnya yang lembut, kemudian Vany menjilati penisku dari kepala hingga pangkalnya. Aku benar-benar tidak tahan.
“Vaann... Maauu kk.... keluarr...” kataku terbata.

Tapi saat sedikit cairan kental keluar dari kepala penisku, Vany mengangkat kedua dadanya yang super besar dan montok itu, diselipkannya penisku diantara belahannya. Kelembutan dan kekenyalan dada adikku membungkus penisku, yang entah kenapa menahan semburan spermanya.
Vany menekan, memijat penisku dengan dadanya. Susunya mengalir perlahan setiap kali Vany menekan dadanya yang besar lebih kencang lagi membungkus penis kakaknya. Tanpa sadar pinggulku bergerak maju-mundur. Jika ada satu hal yang dapat membuatku kehabisan kata-kata untuk menjelaskan kenikmatannya, itu adalah titf*ck dari adikku Vany.
Gerakan pinggulku semakin kencang. Bagian bawah penisku tertekan perut buncitnya yang keras. Kulihat kepala penisku hilang-timbul dari belahan dada Vany. Aku sungguh-sungguh tak tahan.

“Nnggghhh... Mmhh... Vaann.... VVVAANN....NNYY!!” seruku.
Spermaku meledak bertubi-tubi melumuri wajah imut adikku. Vany telah mengangakan mulutnya lebar-lebar, sehingga bulir demi bulir cairan kentalku menyemprot ke dalam mulutnya. Rasanya lama sekali baru penisku berhenti menyemprotkan sperma, dan saat berhenti, kulihat wajah, poni, leher, dan dada Vany telah berlumuran sperma kakaknya.

Aku terduduk, kujatuhkan tubuhku ke belakang hingga terlentang. Penisku rasanya ngilu sekali. Ini ejakulasi kelima hari ini; sekali tadi pagi dengan Vany, tiga kali dengan Cherry tadi siang, dan yang barusan ini. Tiba-tiba aku merasa ngantuk sekali.

“Ah Kakak kebanyakan sih ama Cherry tadii...” ujar Vany manja, menelungkup di atasku; perutnya yang buncit menekan penisku. “Jadi udah lemes deh sama aku... Harusnya disimpen aja.”
Aku tertawa. “Hahaha ntar sore juga udah kuat lagi... Kakak boleh tidur dulu ga?”
Vany nyengir dan mengangguk. “Aku mandi trus siapin buat masak dulu deh... Kakak ntar bantuin kan?”
“Yup. Cherry juga koq,” kataku. “Kakak tidur sejam deh...”
Vany mengecup bibirku dengan lembut.
“Sleep tight, Sayang...” bisiknya. Aku tersenyum, memejamkan mata.

***


Aku terbangun karena aroma masakan Vany. Kulirik jam di dinding... Setengah 6 lebih sepuluh menit. Cherry akan datang pukul 6 sepertinya. Aku beranjak dari ranjang, masih dengan sedikit lemas aku berjalan keluar kamar, mencari adikku.
Aku berjalan ke arah dapur, tapi aku tidak menemukan adikku. Panci-panci sudah dimatikan apinya, hanya uap yang masih menguar dari balik penutup panci, menyebarkan aroma khas sup kacang merah buatan adikku. Aku tersenyum, bahkan wangi sup-nya pun sudah sama dengan wangi sup buatan ibuku. Kulirik tudung saji di atas meja, menyembunyikan beberapa piring hidangan nikmat olahan Vany. Hatiku tergoda untuk menyicipi salah satunya, tapi menahan diri karena tak ingin merusak kesenangan menyantap bersama makan malam dengan Vany dan Cherry.
Aku menguap, masih mengantuk... Kubuka lemari es untuk mengambil sebotol minuman isotonik. Masih mengantuk, aku berjalan kembali ke kamar sambil meminumnya. Di mana Vany?
Terduduk di ranjang, kembali meneguk minumanku, aku menoleh dan melihat sehelai t-shirt warna hijau tergeletak di sisi ranjangku. Astagah... Tentu saja Vany mandi. Rupanya tadi aku terbangun belum sadar betul sehingga tak menyadarinya. Sekarang aku bisa mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Aku segera berdiri, melepas pakaianku dan berjalan masuk ke kamar mandi, berniat mandi bersama adikku. Namun aku tertegun saat masuk.

Kutemukan bukan hanya Vany di dalam ruangan shower, tapi juga Cherry sahabatku. Dua cewek super seksi ini sedang mandi bersama, saling mengusap tubuh satu sama lain, meremas dada, pantat, dan saling mengecup leher dan bibir satu sama lain dengan perlahan... Dan tentu saja saling mengusap perut buncit mereka satu sama lain. Penisku langsung tegak berdiri menatap pemandangan seperti itu.

“Wow...” kataku.

Sahabatku dan adikku menoleh, dan ketika melihatku langsung nyengir senang sekali. Wajah imut Vany merona sedikit.
“Akhirnya lu bangun juga!” ujar Cherry.
“Wa... Koq.. Koq bisa...” kataku terbata. Cherry terbahak. Vany semakin merona.
“Mmm... Tadi aku lagi masak... Cherry dateng, terus bantuin... Terus abis masak keringetan... Terus mandi deh,” jelasnya polos. 
Aku nyengir. Adikku ini lucu sekali. Ngomong sangat polos padahal satu tangannya masih terletak di dada Cherry, yang lain di atas perut buncitnya.
“Boleh gabung?” tanyaku.

Cherry tak menjawab, hanya berjalan keluar dan menarikku masuk ke dalam ruangan shower. Agak sempit rasanya sekarang... Dipenuhi 3 orang. Tapi aku tak peduli. Saat pancuran air hangat menyentuh tubuh kami, aku teringat saat pertama kali Vany melepas keperawanannya... Sore hari di bulan Juli yang lalu, mirip seperti sekarang. Bedanya hanya sekarang ada satu cewek lagi, membelai punggungku perlahan, perutnya mengusap punggungku perlahan. Enak sekali.

“Gue mandiin ya, Dit...” bisik Cherry. Tangannya mulai mengusap dada dan perutku dari belakang. Aku memejamkan mata, menikmati. Rupanya Vany tak mau kalah.
“Kak... Mandiin aku donk...” pinta Vany manja. Aku terbahak.
“Nakal kamu...” bisikku. Vany menjulurkan lidah, menyerahkan botol sabun cair kepadaku. Tersenyum, aku mulai menggosokkan sabun ke badan adikku dengan lembut, mulai dari lehernya yang agak gemuk sekarang, pundak, dan punggung... 
Perlahan tanganku meraba dadanya yang super besar dan kencang, kuremas dadanya dengan lembut. Jemariku memainkan dan memelintir puting Vany yang keras... Menyemprotkan susu ke arah kaca yang membatasi ruang shower. Vany memejamkan mata, menikmati sentuhan kakaknya. Tangan Vany bertumpu pada kaca pembatas.

“Mmhh.. Kaak...” desahnya pelan. Uap mengembun di kaca, keluar dari mulut adikku. Kucium leher dan pundaknya perlahan. Tanganku bergerak turun, melumuri perut adikku yang buncit dengan sabun. Aku suka sekali dengan perut ini... Aku tak menolak perut adikku yang rata dulu sebelum dia hamil, tapi entah kenapa semakin besar perutnya, semakin seksi menurutku. Sesekali aku menoleh ke belakang untuk melumat bibir Cherry.
Cherry terus membelai tubuhku, menciumi pundak dan punggungku. Ini enak sekali. Tangannya yang lembut mulai memegang penisku... dan mengarahkannya ke pantat Vany. Aku nyengir, menoleh. Cherry mengedip padaku. Cherry menyelipkan penisku yang sangat tegang di belahan pantat Vany yang sangat montok. Tanganku bergeser ke pinggulnya yang melebar, sudah siap melahirkan. Aku mulai bergerak maju-mundur, menggesekkan penisku di antara kedua bongkahan pantatnya yang empuk.
“Kaakk... Ga mau disimpen buat ntar malem aja?” ujar Vany lemah.
“Hmm... Masih kuat koq...” kataku. Vany hanya tersenyum manis, memejamkan mata. Perlahan, kumasukkan penisku ke dalam anusnya, dan mulai menggenjotnya dengan nafsu. Sempit, hangat sekali.
“Mmh... Mnghh.. Ngh... Hh.. Kaakk... Kakk...” desah Vany tiap kali penisku menghujam tubuhnya. Pantatnya yang tebal dan besar menepuk-nepuk pingganggku. Kuremas dada Vany kuat-kuat, memeras susunya semakin banyak keluar. Hujamanku semakin kencang. Cherry mencium dan menijlati leherku dari belakang, jemarinya memainkan putingku. Aku tak tahan, aku siap keluar.
“Vann.... V... Vannny... Nggghhh!!!”
Kuledakkan spermaku berkali-kali dalam anus Vany. Gemetar, Vany berbalik, mencium bibirku dengan nikmat. Tangannya membelai penisku yang masih tegang, masih meminta lagi. Kupegang perutnya yang mulus dan besar, enak sekali.
“Eeh... Giliranku sekarang...” kata Cherry tak mau kalah. Vany mengerucutkan bibir, pura-pura merajuk, tapi ia membalikkan badanku menghadapi sahabatku yang super cantik, yang sudah berlutut di lantai ruang shower menghadapi penisku, dan seketika itu juga memasukkannya ke dalam mulutnya. Aku memejamkan mata. Sekarang giliran Vany yang menggosokku dengan perut buncitnya yang super mulus. Cherry bergerak maju-mundur mengulum penisku. Lidahnya berulah di bawah batang penisku. Enak sekali. Vany menjilati leherku. Gila... Threesome seperti ini benar-benar luar biasa. 
“Mmmm... Sllrppp... Sllrppp....” Cherry berisik menyedot penisku. Bibirnya yang cukup tebal membungkus penisku dengan sempurna. Benar-benar enak.
“MMhhh.... Cherr... Ngh...” desahku... Aku tahu aku tak dapat bertahan lama dibeginikan terus... Tapi Cherry tiba-tiba melepaskan sedotannya, berdiri perlahan, membalikkan badannya ke arah tembok. Tangan kirinya masih memegang penisku, membimbingnya ke arah vaginanya.
Tak menunggu disuruh dua kali, segera kuhujamkan penisku ke dalam vagina sahabatku. Kedua tanganku meremas erat-erat pantat yang sampai hari ini menurutku masih pantat termontok dan terindah di muka bumi (well... Di samping pantat Kim Kardashian atau selebritis mancanegara lainnya), yang semakin bertambah besar karena kehamilannya. Pinggulku bergerak maju-mundur, menghujamkan penisku kuat-kuat ke dalam rahim Cherry yang sedang mengandung anak kembarku.
“Oohh.. Oohh... Aangghh... Nhh... NNnnhh...” desahnya tak karuan tiap kali penisku menghujam ke dalam tubuhnya.
Vany berjalan perlahan ke depan Cherry, memegang kedua lengannya yang bertumpu ke dinding, mengalihkannya ke atas perut Vany. Cherry menegakkan diri, melumat bibir adikku dengan nafsu. Tangannya meremas dada Vany kuat-kuat, menyemprotkan susu dari dalamnya. Vany dan Cherry berciuman dengan sangat hot, saling membelitkan lidah.
Genjotanku semakin kuat. Aku semakin terangsang melihat adik dan sahabatku saling berciuman. Vagina Cherry seolah semakin lama semakin menyempit. Setiap kali Vany mencubit putingnya, vagina Cherry menjadi lebih sempit lagi. Ini enak sekali.
“Mmhh... Vann... Cherr.... Nngghh...”
“Ngh... Ngh... Ngh... Hh... Ngghh... Dit... Dit..” Cherry mendesah bertubi-tubi.
“Oohh... Ch... Cherryy....” desah Vany saat Cherry menghisap susu dari putingnya. Aku tak tahan.
“Nnnnnnngghhhh!!!”
Kuledakkan spermaku ke dalam rahim Cherry berkali-kali. Sekujur tubuhku seperti tersengat listrik rasanya. Penisku seperti tak mau berhenti mengeluarkan cairan. Kutarik lepas penisku dari vagina sahabatku saat masih mengeluarkan sperma. Beberapa muncrat menyemprot punggung Cherry, bahkan wajah Vany. Cherry merosot ke lantai. Rupanya Vany juga berhasil dibuat orgasme oleh Cherry yang terus memainkan dadanya. Adikku bersandar ke dinding, memejamkan mata, terengah-engah.
Sempoyongan, aku bersandar ke dinding. Cairan putih masih mengalir dari dalam vagina Cherry, meleleh keluar melumuri pahanya yang montok. Aku terengah-engah... Tapi penisku masih meminta lagi.
“Hh... Di... Di kamar aja, yuk?” kataku, tersengal.
“Kakak masih kuat??” tanya Vany, sedikit terkejut. Aku pun heran. Cherry menggeleng lemas, nyengir lebar.

Kami berjalan keluar dari kamar mandi, mengeringkan tubuh kami masing-masing dengan handuk, dan berjalan ke kamar. Vany dan Cherry merebahkanku terlentang di tengah-tengah ranjang, mereka berdua berlutut di sebelahku, Vany di kanan dan Cherry di kiriku, siap melanjutkan. Penisku sudah tegang sekali.

“Sekarang Kakak nurut aja yaa...” bisik Vany menggoda di telingaku.
“Kita yang bakal kerja keras...” kata Cherry.

Perlahan, dengan sangat sexy, mereka berdua membuka handuk yang membungkus tubuh hamil mereka, kemudian melemparkannya ke lantai. Entah apa, tapi tubuh (dan terutama perut) mereka terlihat mengkilat sore itu. Sangat mulus. Tak tahan, tangan kiriku meremas bongkahan pantat Cherry yang montok sekali, dan membelai perut Vany yang super besar dan mulus.

Kedua cewek ini mendekatkan wajah mereka ke penisku yang sudah tak sabar. Hatiku berdebar-debar, entah kenapa. Cherry mulai dengan mengulum kepala penisku. Vany menjilati batangnya perlahan. Sensasi diblow-job oleh 2 cewek tak pernah dapat kulukiskan.

“Mnhhh.. Vann... Cherrr.... Mngghh...”
“Slrrppp... sllrp.. Enak Kak?” tanya Vany. Aku hanya dapat mengangguk buru-buru.
“Mmmmm... Slrpp... Mm... Mah... Apa gue manggil lu ‘Kak’ juga aja ya, Dit?” kata Cherry sambil melepas kulumannya.
“Heh jangan aneh-aneh! Udah lanjutin!” ujarku sambil tertawa. Vany terbahak.
“Cherry... Gantian doonk...” pinta Vany. Cherry mengangguk, berpindah menjilati batangku, membiarkan Vany menyedot kepala penisku. Sedotan Vany selalu kuat.
Cherry mulai menciumi pinggangku, menyerahkan penisku sepenuhnya pada Vany yang telah memasukkan seluruh batang penis kakaknya ke dalam mulutnya. Lidahnya yang mungil bermain di bawah batang penisku, menyedotnya cepat. Kepalanya bergerak naik-turun-naik turun. Aku tak tahan.
“Vann... Kakak... mmmnnhh.... Kkhh...” kata-kataku tercekat.
“Eits... Jangan keluar dulu,” kata Vany, tiba-tiba melepas sedotannya. Benang ludah tipis menjuntai antara bibirnya dengan kepala penisku.
“Kita ada surprise buat lu...” kata Cherry.
“Astagah surprise apa lagi...” kataku, senang.
Cherry dan Vany menegakkan diri, berlutut berhadap-hadapan di kanan-kiri penisku. Perut mereka yang buncit menghadapi penisku, dan perlahan, Vany dan Cherry mendekatkan perut mereka, menjepit penisku dengan perut hamil mereka yang mulus dan kencang.
“Uwahh.. Vann... Cheerrr... Aahh... Ahh...” desahku tak karuan. Nikmat sekali.
Vany dan Cherry nyengir, mulai bergerak naik-turun menggosok penisku dengan perut mereka. Aku mendudukkan diri, kubelai perut keduanya; perut Vany yang sudah 8 bulan hamil lebih besar sedikit dari perut Cherry yang 5 bulan hamil anak kembar, tapi keduanya benar-benar mulus dan menggiurkan.
“I love you, Kak...” bisik Vany, memegang perutnya dengan kedua tangannya dan menggerakkannya lebih cepat menggosok penisku. Aku memejamkan mata, ini enak sekali.
“MMhh... Sini kamu, Vany...” ujar Cherry tiba-tiba, meremas dada adikku dan mengecup bibirnya. Vany terbelalak, tapi sesaat kemudian sudah menikmati ciuman Cherry, membelit lidahnya. Aku tak pernah tahan melihat pemandangan ini.

“MMMMMNNGGHHH.. nGGGHH... Gue... Kellluarr.... Nnhgggghh...”

Kuledakkan spermaku berkali-kali di antara perut buncit kedua cewek ini, menyemprot wajah, dada, dan tentunya perut keduanya. Aku tergeletak, terengah. Tubuh kami bertiga sudah berkeringat.

“... Gila itu... itu... tadi... Enak banget...” kataku. Kedua cewek itu tertawa. Mereka merebahkan diri di kanan-kiriku.
“Ayo, Sayang...” pinta Cherry sambil membelai penisku. Aku mengangguk, berlutut, berbalik menghadapi mereka berdua.

Aku memandangi kedua cewek cantik yang sedang bugil di atas ranjangku ini. Benar-benar luar biasa. Dua kecantikan yang berbeda, kulit dan wajah Vany yang sangat oriental, bersebelahan dengan Cherry yang tanned cenderung sawo matang dengan wajah bule-nya, keduanya sedang mengandung anak-anakku. Benar-benar luar biasa.
Kuarahkan penisku pertama-tama pada vagina Vany. Tembem dan hangat sekali sekarang. Vany memejamkan mata saat perlahan-lahan penisku menembus liang vaginanya. Cherry memain-mainkan dada Vany dengan satu tangan, sambil menjilati lehernya.

“Mmnhh... Ngghh... Nhhh...” desah Cherry. Aku mulai mempercepat tusukanku. Badan Vany yang terlentang bergerak seirama hujamanku. Semakin lama semakin kencang, semakin kuat.

“Oohh... Kakkk... Kakkkk... Nghh...” desahnya makin kuat.
Aku menggenjot adikku semakin kuat. Vany memejamkan mata, mulutnya menganga. Tangannya mencengkeram seprei kuat-kuat.
“Kakk.. Kaaaakkk.... Nnggghh!!!!!”
Vany squirting kuat-kuat, membasahi penis dan perutku. Aku mendudukkan diriku di sisinya. Mengerti, Vany naik ke atasku, membelakangiku, dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Vany menggelinjang, tangannya menopang perutnya yang buncit. Tanganku merogoh ke depan, meremas dada montok Vany yang berguncang-guncang menggiurkan, kumainkan putingnya.
Cherry beranjak turun dari ranjang, mencari sesuatu dari tasnya yang terletak di sebelah ranjangku, dan mengeluarkan sebuah dildo besar berwarna merah; bukan dildo biasa, tapi double-dildo (kedua ujungnya berbentuk kepala penis) dengan strap-on, sehingga bisa dipakai oleh cewek. Vany terbelalak menatap dildo besar itu.
“Gila.... Gede... Banget, Cher?” katanya sedikit tersengal karena penisku masih menghujam vaginanya.
“Hmmm... Kalo pas Kakakmu ga ada aku pake ini...” jawab Cherry cuek. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Sahabatku ini cukup maniak rupanya.
Perlahan, Cherry menusukkan salah satu ujung dildo itu ke dalam vaginanya hingga masuk setengah, kemudian memakai strap-on nya. Muka Cherry merona merah. Sekarang sahabatku ini terlihat seperti memiliki penis besar berwarna merah, lebih besar dari penisku. Cherry naik ke ranjang, membelai perut Vany dan melumat bibirnya. Vany mulai was-was.
“Ch.. Cherr? Mau ngapain.... Nnnhh... nh...” tanyanya.
“Tenang aja...” bisik Cherry, menjilat tangannya dan membasahi kepala ‘penis’ merahnya. Aku mengerti apa yang ingin dilakukan Cherry, sehingga aku melepas penisku dari dalam vagina Vany dan menusukkannya ke dalam anus Vany. Vany menggelinjang, terbelalak.
“Aaah... Kakk... Ch... Aaah? Ch... OOOHHH! Cherrryy!!”
Cherry telah menusukkan dildo merah besar itu ke dalam vagina adikku dan mulai menghujam-hujamkannya. Perut buncit mereka saling bergesek. Muka Vany merah padam. Ia memejamkan mata, menikmati double penetration pertamanya.
“Aaaannghh.. Annnhhh.. Aaannhhh...” desah Vany kuat-kuat. Anusnya menyempit tiap kali Cherry menusukkan dildonya ke dalam vagina Vany.
“Nhhh.. Oohh.. V... Vann.. Ini enakk...” desah Cherry. Ia melumat bibir adikku, sementara aku menciumi leher serta terus meremas dadanya. Kedua lubangnya penuh, terus-menerus bergantian ditusuk oleh penisku di anusnya dan dildo Cherry di vaginanya.
“NNGHHH.. Nggghhhh.. NNggghhhhhh... Nggghhhh...” lenguh Vany tak karuan. Badannya bergetar. Tiba-tiba Cherry menjerit. Aku tahu Vany baru saja mengeluarkan jurus spesialnya, membuat dildo merah itu bergetar kuat sekali, sehingga dildo yang masuk ke dalam vagina Cherry pun bergetar.
“Ngghhhhhh!!!!! NNGHHH!!! OOOHH!!”
Vany menjerit dan squirting kuat sekali hingga dildonya terlepas. Sesaat kemudian ia kembali squirting kencang-kencang. Tubuhnya terkulai bersandar padaku, masih gemetar hebat sekali. Kubelai perutnya dan kukecup kepalanya untuk menenangkannya.
“La... gi...” desah Vany, meminta lagi.
“Heh... Kamu udah lemes gitu...” kata Cherry.
“Lagii... Sekali... Lagi....” desaknya. Rupanya ia ketagihan.
“Terakhir ya...” bisikku.

Tak menunggu lama, kutegakkan tubuh adikku, kumasukkan penisku ke dalam vaginanya dari belakang. Vany menggelinjang. Setelah penisku mantap berada di dalam vaginanya, Cherry perlahan menusukkan dildonya kedalam vaginanya juga dari depan. Vany terbelalak, mulutnya menganga.
“Aaaaa... Aaahhhhh... Annnhhh..... Aannnhh!!!” desahnya saat dua batang besar memenuhi vaginanya yang sempit.
Perlahan-lahan, bergantian, aku dan Cherry mulai menusukkan senjata kami ke dalam vagina Vany. Vany menggeletar. Aku pun memejamkan mata, ini enak dan sempit sekali.
Hujaman kami semakin cepat. Aku tahu Cherry juga mempercepat tusukannya. Muka Vany kembali merah padam. Desahannya semakin kuat.
“Ngghh! Aannghh... Arghhh... Annhh!! Mmhhh!! Mngghh!!!!” desahnya tak karuan.
“Diit... Dit.. Gue mau.. Ngghh.. Kuarrr...” ujar Cherry, memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya.
“Gue juga... Nnnhh.... V... Vannn?” kataku. Vany mengangguk liar.
“Hnnnghhh... Nhhgg!!” lenguh Vany tak karuan.
Hujamanku semakin kuat ke dalam vagina Vany. Tiba-tiba Vany mengeluarkan jurus spesialnya. Gelombang demi gelombang serangan memijat penisku dari dalam vaginanya. Aku tak tahan. Aku tahu Cherry juga sudah mencapai orgasmenya.
“Oooohh... Vvvvv... Vaaaaannn!!!”
Bertubi-tubi aku mengeluarkan spermaku ke dalam rahim Vany. Cherry dan Vany juga squirting bersamaan. Cherry merebahkan diri ke ranjang, terengah-engah. Aku masih meledakkan spermaku ke dalam Vany. Linu sekali rasanya sekarang penisku, sejak tadi dipaksa terus menerus mengeluarkan sperma. 
Kucabut penisku dari tubuh adikku. Vany terengah-engah, matanya menatap kosong langit-langit ruangan, sepertinya sudah hilang kesadaran. Penisku masih tegak berdiri, masih meminta lagi.
Aku berbaring miring di belakang tubuh sahabatku. Kubuka strap-on nya, tapi kubiarkan dildo merah itu menancap di vaginanya. Kutampar pantat Cherry , kemudian kutusukkan penisku ke dalam anus Cherry. Bongkahan pantatnya yang montok membungkus, menjepit penisku erat-erat.
“Lu... Gi... la.... Aaahhh.. Annhh...” desahnya. Aku tersenyum.
“Habis ini gue pingsan kali,” kataku. Kupercepat hujamanku ke dalam anusnya. Cherry mendesah, menggelinjang, tangannya mengelus-elus perutnya yang buncit. Tangan kiriku merogoh dari bawah tubuhnya, ikut membelai perutnya. Tangan kananku memainkan dildo merah itu, menusuk-nusukkannya ke dalam vaginanya.
“Nnnnggghhh... Hunn... nny... Nngghhhh!” katanya.
“Ch... Cherrr... Cherrr gue mau keluarr.... Cherrr...” kataku semakin cepat, hujamanku semakin kencang. Kepalaku berdenyut-denyut rasanya. Cherry mengangguk, mengetatkan jepitan anusnya. Tanganku menhujam-hujamkan dildo semakin cepat ke dalam vaginanya.
“Aaaa..... AAAHH... AANNHH!!” jerit Cherry.
“Chhhh... Cherrryyyy!!!!”

Aku tak tahu berapa kali aku menyemprotkan spermaku ke dalam anus Cherry, yang pasti saat kucabut penisku, cairan putih meleleh keluar dari antara pantatnya yang super montok.

Kami bertiga berbaring telentang di ranjang, menatap langit-langit. Aku memejamkan mata. Gila... Hari ini sepertinya penisku bekerja lebih keras dari yang sudah-sudah. Sudah lemas sekarang, sudah puas.
Aku menoleh ke kiri, menatap Vany, adik cewekku yang seksi, yang sedang menatap kakaknya. Senyum lemah mengembang di wajahnya yang imut.
“.... Love you...” bisiknya, nyaris tak terdengar.
“Love you too, Van...”

Aku menoleh ke kanan, menatap sahabatku Cherry, yang masih memejamkan mata rapat-rapat, menikmati sisa-sisa sensasinya. Kulitnya yang sawo matang tertimpa cahaya oranye matahari senja itu, terlihat mengkilat mirip emas.
“I love you, Dit...” ujarnya. Aku terbahak.
“I love the both of you...” kataku. Kupeluk keduanya. Kami terdiam, memejamkan mata, masih terengah.

Tiba-tiba kami mendengar bunyi seperti genderang perang yang ditabuh kencang sekali.

“Suara apaan, tuh?” tanya Vany, terbelalak. Cherry menggeleng.

Tiba-tiba terdengar lagi. Kali ini aku tertawa kencang-kencang.

“Itu suara perut kita! Laper!!” ujarku.
“Oooohhhh!! Yaelaaahh!!” ujar Vany. Cherry tertawa.
“Bener juga ya! Makanannya jangan-jangan udah dingin lagi kita tinggal ML gini!” ujar Cherry. Vany segera terduduk mendengar masakannya terancam bahaya.
“Oiya! Ayo cepet! Bangun!! Makan!!” tukasnya, segera berdiri dan memakai pakaian, meninggalkan ruangan. Aku terbahak-bahak melihat tingkah adikku.
“Yuk!” ajakku pada Cherry. Cherry mengangguk, nyengir lebar.



Malam itu dinner kami berjalan dengan luar biasa. Rasanya aku belum pernah makan malam sebahagia itu. Masakan Vany benar-benar sedap, dan kami bertiga makan dengan seru, ditingkahi canda satu sama lain. Seusai makan, kami pergi menonton bioskop bersama. Aku sadar beberapa orang menoleh dan menatap kami dengan tatapan heran karena selama berjalan aku menggandeng atau merangkul kedua gadis cantik yang sedang hamil ini di kanan dan kiriku, tapi aku benar-benar tak peduli; aku berjalan dengan adikku yang sexy dan sahabatku yang luar biasa cantik, dan keduanya mengandung anak-anakku. Hidup tak akan pernah sesempurna ini. Tentu saja kami mengakhiri malam itu dengan sekali lagi Threesome sepulang nonton, dan sepertinya jika seperti ini terus... Bisa-bisa kandungan Vany dan Cherry bisa bertambah satu janin lagi.... Oke itu tidak mungkin.
* * *


Semuanya berjalan lancar setelah itu. Ella lahir sebulan kemudian dengan sehat dan normal, tanpa cacat sedikit pun. Yang unik hanyalah kedua iris matanya yang terkena heterochromia iridium, sehingga membuat iris mata Ella berlainan warna; yang kanan berwarna biru, yang kiri berwarna hijau. Tapi selain itu tidak ada cacat sedikit pun. Vany pun sehat, dan setelah selesai semua perawatan, ia pun dapat kembali melanjutkan sekolahnya. Ella diurus oleh ibu dan ayahku.
Tiga bulan kemudian Cherry melahirkan sepasang anak kembar, 2-2nya perempuan. Aku memberi mereka nama Yuri dan Yuna. Cantik-cantik, mirip bule seperti ibunya. Keduanya diadopsi oleh sepupu Cherry. Aku dan Cherry resmi berpacaran setelah itu.
Kuliahku berjalan lancar. Aku kuliah sambil bekerja paruh-waktu sebagai fotografer di salah satu model agency dari Jepang. Cherry kuliah sambil mengajar dance di kampus dan di sebuah tempat kursus dance yang cukup terkemuka di Singapore. Setahun setelah semuanya, Cherry mengandung anakku untuk yang kedua kalinya, kali ini laki-laki, dan lahir pada bulan Oktober 2010. Aku menamainya Shinji. Sejak itu aku memutuskan untuk menikah dengan Cherry dan merawat anak ini. Setelah itu, Cherry kembali mengandung dan melahirkan dua orang anak perempuan lagi untukku, masing-masing berjarak setahun. Aku kembali menamai mereka berdua Yuri dan Yuna, seolah mendapat kembali anak-anak kembarku yang pertama yang diadopsi oleh sepupu Cherry.

Dan... Tentu saja. Aku masih tetap sering pulang ke Jakarta setiap ada kesempatan untuk menjenguk Vany dan Ella, juga mengundang mereka datang berkunjung ke Singapore (dengan seizin Cherry). Aku dan Vany masih sering ML, kadang-kadang threesome bersama Cherry. Vany bertumbuh menjadi gadis dewasa yang sangat cantik, sangat seksi. Dadanya tetap 34F, perutnya telah kembali langsing, lekuk tubuhnya semakin terbentuk, semakin banyak pria mengidam-idamkannya, tapi sayangnya... Vany tak pernah membuka hatinya untuk pria lain.

Postingan populer dari blog ini

Eksib di Sekolah

Perkenalkan, namaku Yanti. Aku sekarang masih berstatus pelajar SMA kelas 1. Ini pertama kalinya aku nyeritain hal yg aku suka, yg orang-orang bilang hal ini adalah sebuah eksibisonisme. Aku sedikit kasi tahu ya seputar tubuhku. Aku cewek berambut pendek sebahu, berkulit putih, ukuran BH cuma 32C, dan tinggi g ngukur ټ. Untuk cerita aku yg pertama ini aku bakal nyeritain eksibku yg paling aku kenang waktu kelas 3 smp dulu. Simak baik-baik ya :) . Pertama kali tahu eksibisionis ketika iseng buka-buka situs yg khusus menyuguhi cerita dewasa, aku tahu situs itu dari temen-temen. Waktu itu aku ngebaca cerita dimana sèörång cewek senang mempertontonkan bagian tubuhnya yg semestinya tertutupi ke orang-orang disekitarnya. Aku jadi rada horny pas ngebacanya. Juga terlintas di hasratku untuk mencobanya. Seru banget n bakal jadi nafsuin banget pastinya. Sore harinya kebeneran banget rumah aku lagi kosong. Papa mama ga ngasi tahu pergi kemana. Adik ga punya, aku anak tunggal. Pemba...

Eksib di Bali

Nama gue Shinta, dan ini cerita eksibisionis gue yang ketiga. Eksib-eksib gue biasanya terjadi nggak sengaja, cuma karena ada kesempatan aja, dan lagi pengen makanya gue eksib. Kayak emang lagi pake rok ke kampus, duduknya agak-agak sembarangan. Atau lagi pake baju belahan rendah, pura-pura ngambil sesuatu di bawah. Hehe. Tetapi eksib kali ini beda, karena gue udah rencanain dari awal, nggak rencana yang lengkap juga, tapi paling nggak peralatannya udah ada cuma tinggal ngelakuinnya aja. Dan tujuan kali ini adalah Bali. Sekalian liburan. Udah kebayang gimana nanti gue bakal berenang topless, kalo bisa sekalian telanjang. Sip! Sampe di Bali gue langsung ke bungalow yang udah gue pesen di deket pantai Kuta. Nyampe di bungalow gue langsung buka semua pakaian gue sampe gue bener-bener telanjang. Di bungalow gue ada beberapa jendela yang gordennya udah gue buka, tetapi jendelanya nggak terlalu besar dan didalem agak gelap jadi walaupun dari luar orang bisa liat gue telanja...

Perempuan Exhibitionist – Villa Papa

Semua pembantuku sedang sakit, jadi aku di rumah mengurus semuanya sendiri. mulai dari makan, sampai bersih2 rumah pun aku yang melakukan. aku memang anak orang berada, tampilan luarku pun bukn tampilan sembarang tubuh. tubuhku dikaruniai dengan lekuk yang seksi secara alami. bokong yang padat berisi, payudara cup B dengan bentuk yang tegak menantang, kulit putih mulus, rambut panjang sepinggang, dan muta cantik kuninglangsat cirikhas bentukan ruangan yang selalu ber-AC. pada jumat pagi hp ku berdering. “halo jen, pap bisa minta tolong ga ke kamu? tolong bersih2 di villa dong…sabtu minggu ini kan mau ada acara reunian keluarga besar kita. setelah tadi papa bicarain sama sodara sepupu, mereka milih villa kita untuk ngadain acara itu. kita baru pada sampe sabtu sore. kalo beres2 hari itu juga kayanya ga akan sempet. kamu keberatan ga kalo kamu yang bersih-bersih dulu? penjaga villa juga lagi sakit. mau ya?”… ugh sial, pagi-pagi udah di todong jadi babu. tapi tak apa lah. toh aku juga g...